Jakarta, Jalan Wali Kota Medan Bobby Nasution untuk maju dalam kontestasi Pilgub Sumatera Utara (Sumut) kian mulus usai mengantongi dukungan dari tujuh partai politik, berbeda dengan pesaingnya, Edy Rahmayadi, yang masih nihil dukungan meski berstatus sebagai petahana.
Bobby sampai saat ini tercatat telah mengantongi surat rekomendasi untuk maju di Pilgub Sumut dari Gerindra, PAN, Golkar, NasDem, PKB, PPP, dan Demokrat. Gabungan ketujuh partai itu diketahui memiliki total 63 kursi dari 100 kursi DPRD Sumut.
Hal itu berbanding jauh dengan Edy yang masih belum mendapatkan satupun surat rekomendasi dari partai politik. Kans Edy untuk kembali bisa bertarung di Pilgub hanya tersisa pada PDI Perjuangan (PDIP) yang bisa mengusung paslon tanpa harus berkoalisi dengan partai manapun.
Selain PDIP, terdapat tiga partai politik lainnya yang juga masih belum menentukan sosok yang akan diusung dalam Pilgub Sumut 2024. Ketiga partai itu yakni PKS, Perindo, dan Hanura.
Sebelumnya Presiden PKS Ahmad Syaikhu sempat menyebut pihaknya akan mengusung Bobby pada Pilgub Sumut 2024. Ia mengatakan mesin partai serta seluruh jajaran PKS siap untuk memenangkan Bobby di kontestasi tersebut.
Namun pernyataan itu kembali diralat pada hari yang sama. Ia menegaskan PKS belum menentukan sosok yang bakal diusung di Pilgub Sumatra Utara 2024 dan masih dalam proses pembahasan internal.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai setidaknya terdapat dua faktor yang menyebabkan ketimpangan dukungan partai politik kepada Bobby dan Edy.
Pertama, kata dia, partai politik masih mempertimbangkan efek endorse yang diprediksi akan diterima Bobby selaku menantu dari Presiden Jokowi. Meskipun menurut Arifki, dampak endorse dari Jokowi tersebut diperkirakan tidak akan sampai sebesar di Pilpres kemarin.
"Ada ketimpangan dukungan ini menandakan bahwa ada perbedaan agenda yang cukup menarik. Karena partai politik besar yang mendukung Bobby pertama akan melihat dari sisi Presiden Jokowi," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/7).
Faktor kedua yang menurut Arifki juga sangat berpengaruh ialah status Bobby yang saat ini sudah resmi menjadi kader Partai Gerindra. Ia menilai kondisi berbeda bisa jadi dialami oleh Bobby apabila saat ini masih bertahan sebagai anggota PDIP.
Sebagai pemenang Pilpres 2024, Arifki mengatakan, tidak dapat dipungkiri poros koalisi pemerintahan akan berpusat pada Gerindra. Karenanya ia menilai hal yang wajar apabila calon yang mendapatkan tiket dari Gerindra akan mudah diusung oleh partai lain khususnya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).
"Kebanyakan dukungan partai kepada Bobby karena mereka memang diuntungkan. Bukan hanya soal Jokowi, tapi karena faktor Presiden terpilih Prabowo dan Gerindra," jelasnya.
"Keuntungan partai politik untuk mendukung bobby tentu dikarenakan pilihan yang diambil apakah karena peta koalisi ke depan atau dinamika di Sumut itu sendiri," imbuhnya.
Pendapat senada juga diamini oleh Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro. Ia menilai keberadaan sosok Jokowi dan Prabowo di balik Bobby menjadi jaminan tersendiri bagi partai-partai untuk ikut memberikan surat rekomendasi maju di Pilgub Sumut.
"Karena Jokowi masih menjabat hingga 20 Oktober dan berikutnya giliran Prabowo, di mana Bobby sendiri saat ini adalah kader Gerindra. Sehingga Bobby didukung oleh dua Istana, Istana Merdeka plus Istana Hambalang," tuturnya.
Ia memandang kondisi itulah yang kemudian menjadi nilai lebih bagi Bobby bagi partai-partai politik. Selain itu, Agung mengatakan Bobby sedari awal juga telah menarik minat partai lain lantaran memiliki tren positif dari segi elektoral.
"Secara elektoral, Bobby juga lebih menjanjikan karena mengalami tren kenaikan. Sehingga mendorong partai-partai mendekat, di luar dari political privilege keluarga Solo," jelasnya.
Berharap pada PDIP
Di sisi lain, Agung memandang minimnya dukungan kepada Edy untuk maju di Pilgub Sumut juga disebabkan oleh gaya komunikasi politiknya yang cenderung mengundang pro-kontra serta kontroversi di publik.
Oleh sebab itu, ia menyebut dari segi penerimaan politik di masyarakat Bobby jauh memiliki nilai tambah tersendiri ketimbang Edy Rahmayadi meskipun berstatus sebagai petahana.
"Secara personal, akseptabilitas politik Bobby juga lebih baik dari Edy karena minim konflik dikarenakan dalam beberapa kesempatan, Edy berkonflik dengan Gerindra dan Golkar," jelasnya.
Lebih lanjut, keduanya menilai saat ini peluang bagi Edy untuk bisa memastikan diri maju di Pilgub hanya tersisa pada lima partai politik yang belum menyatakan dukungan.
Khususnya kepada PDIP yang telah memenuhi syarat minimal untuk mengusung paslon di Pilgub Sumut sesuai Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada karena memiliki 21 kursi di DPRD.
Agung menilai peluang Edy untuk maju juga masih terbuka usai PKS meralat pernyataannya yang telah mendukung Bobby di Pilgub Sumut.
Pasalnya ia menduga klarifikasi itu dilakukan dikarenakan muncul sikap resisten dari internal PKS dan simpatisannya terhadap Bobby yang notabenenya merupakan lingkaran Keluarga Solo Jokowi.
"Sebagai dampak residu Pilpres yang belum tuntas. Sehingga perihal ini membuat PKS akan lebih hati-hati memutuskan/memberikan rekomendasinya untuk Pilgub Sumut," jelasnya.
Oleh sebab itu, Agung memandang kans Edy untuk tetap mempertahankan status petahananya sebagai Gubernur Sumut murni bergantung pada kemampuannya sendir untuk mengamankan rekomendasi dari PDIP dan PKS.
"Kalau Pak Edy enggak gesit mengamankan rekomendasi karena lengah atau terlena dengan status petahana, bisa-bisa malah gagal maju di Pilkada 2024," pungkasnya.
(tfq/gil)