Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan divonis sembilan tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG). Diberitakan Kompas.com, Senin (24/6/2024), Karen terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut.
Majelis Hakim menilai, perbuatan Karen melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," ujar Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin.
Lantas, seperti apa profil Karen Agustiawan, mantan bos Pertamina yang terbukti korupsi?
Profil Karen Agustiawan
Karen Agustiawan atau perempuan yang bernama asli Galaila Karen Kardinah, lahir di Banding, Jawa Barat, pada 19 Oktober 1958. Dilansir dari Kompas.com, Rabu (20/9/2023), Karen merupakan anak pasangan Sumiyatno dan R Asiah.
Sumiyanto merupakan delegasi pertama Indonesia untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan tercatat pernah menjabat sebagai presiden perusahaan pelat merah Biofarma. Karen menempuh pendidikan tinggi di Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) dan lulus pada 1983. Setelah lulus dari ITB, Karen mulai berkarier secara profesional di beberapa industri minyak dan gas, di antaranya Mobil Oil Indonesia (1984-1996) dan Halliburton Indonesia (2002-2006).
Selama bekerja di Mobil Oil, Karen memegang beberapa posisi, termasuk sistem analis dan programmer untuk pengembangan perhitungan cadangan (reserve calculation), processor seismik, serta sistem pengontrol kualitas untuk berbagai proyek seismik. Pada 1999-2000, Karen bekerja untuk Landmark Concurrent Solusi Indonesia. Ia mendapatkan posisi sebagai spesialis pengembangan pasar, integrated information management, dan business development manager.
Selama kurun waktu 2002-2006, Karen bergabung dengan Halliburton Indonesia, salah satu perusahaan penyedia produk dan jasa untuk industri energi terbesar di dunia. Di sini, Karen mendapatkan posisi sebagai commercial manager for consulting and project management. Hingga pada Desember 2006, Karen pun diangkat sebagai Staf Ahli Direktur Utama Bidang Hulu PT Pertamina (Persero).
Sejak itu, kariernya di perusahaan pelat merah ini terus menanjak hingga diangkat sebagai Direktur Hulu Pertamina. Di era Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sofyan Djalil, tepatnya pada 2009, Karen diangkat menjadi Direktur Utama Pertamina menggantikan Ari Soemarno. Karen menjabat sebagai Dirut Pertamina untuk periode 2009-2014. Posisi ini mengantarnya sebagai direktur utama wanita pertama dalam sejarah Pertamina.
Sempat lepas dari tuntutan hukum
Sementara itu, korupsi pengadaan LNG merupakan kasus korupsi kedua yang menjerat Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan. Sebelumnya, pada 2019, Karen terlibat dugaan korupsi investasi Pertamina di
Blok Basker Manta Gummy Australia 2009. Namun, di tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) melepaskan Karen dari segala tuntutan hukum. Dilansir dari Kompas.id (31/1/2019), Karen Agustiawan pernah didakwa merugikan uang negara sebesar Rp 568 miliar. Dia disebut menyalahgunakan kewenangan dalam investasi Pertamina di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.
Melalui sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, jaksa menjelaskan, Karen telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina.
Karen disebut telah memutuskan investasi participating interest (PI) itu tanpa melakukan pembahasan atau kajian terlebih dahulu. Dia juga memberikan persetujuan atas PI Blok BMG tanpa adanya uji kelaikan atau due diligence, serta tanpa adanya analisis risiko. Karen pun menindaklanjutinya dengan penandatanganan sale purchase agreement (SPA) tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
"Terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu Roc Oil Company Limited Australia, dan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 568,066 miliar. Hal itu tercantum dalam Laporan Perhitungan Kerugian Negara dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, akuntan independen," ujar jaksa di pengadilan, akhir Januari 2019. Pada pertengahan 2019, Karen divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Menurut hakim, eks Direktur Utama Pertamina itu terbukti bersalah dalam kasus korupsi investasi pada Blok BMG di Australia senilai Rp 568 miliar. Namun, awal 2020, MA melepaskan Karen dari segala tuntutan hukum terkait dugaan korupsi dalam investasi blok BMG. Kala itu, Karen telah menjalani hukuman selama 1,5 tahun penjara. MA beralasan, perbuatan Karen bukan tindak pidana karena dilindungi prinsip hukum korporasi business judgment rule.
Kasus korupsi pengadaan LNG
Di sisi lain, dalam perkara pengadaan LNG, tindakan melawan hukum dilakukan Karen dengan melakukan kontrak perjanjian bersama perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC. Tindakan Karen dilakukan bersama eks Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto. Karen memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas.
Menurut jaksa di pengadilan, pengembangan kilang LNG ini hanya diberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko. Selain itu, Karen juga meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Namun, dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik. Sebab, terjadi over supply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Kejadian ini lantas membuat Pertamina menjual rugi LNG di pasar internasional.
Atas tindakannya, Karen diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan 104.016,65 dollar AS. Eks Dirut Pertamina ini dinilai turut memperkaya Corpus Christi Liquefaction sebesar 113,839,186.60 dollar AS.
(Sumber: Kompas.com/Singgih Wiryono, Alicia Diahwahyuningtyas | Editor: Krisiandi, Sari Hardiyanto)