Yogyakarta, Pakar hukum tata negara, Mahfud MD mengaku mendengar kabar bahwa pasal yang mengatur larangan penayangan hasil jurnalisme investigasi pada RUU Penyiaran adalah 'usul selundupan'.
Mahfud pun menduga pasal yang berpotensi melarang produk investigasi itu diselundupkan oleh orang dalam di parlemen.
"Saya mendengar itu kayaknya ada yang menyelundupkan ketentuan tentang investigasi, karena anggota DPR sendiri banyak bilang saya enggak tahu kalau ada isinya, tapi siapa yang menyelundupkan, pasti kan masuknya lewat orang dalam juga. Nanti kita benarkan itu, kita bongkar onderdilnya kaya apa sebenarnya UU penyiaran itu seharusnya dipertebal," kata Mahfud usai jadi pembicara di UII, Sleman, DIY, Rabu (23/5).
Mahfud pribadi mengaku terkejut kala mengetahui adanya usulan larangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi karena jelas melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan informasi benar, sebagaimana dijamin negara melalui UUD Pasal 28F.
Larangan itu, lanjut Mahfud, tentu pula melanggar hak para jurnalis mengekspresikan pendapat publik, maupun opini pribadinya.
Mahfud berpendapat, investigasi adalah ruh paling pokok dari kerja-kerja jurnalistik. Keterpenuhan unsur 'how' atau 'bagaimana' dalam metode 5W 1 H menjadi yang paling utama dalam sebuah produk jurnalistik investigasi.
"Kalau cuma rumusan 5W 1H itu yang singkat-singkat what, when, why, where, who, dan bagaimana itu berita-berita gitu nggak diperlukan. Ada 10 wartawan nulis hal yang sama dengan 5W 1H, itu baca satu (artikel berita) aja yang lain enggak usah dibaca udah sama isinya. Oleh sebab itu how-nya ini, bagaimananya ini, itulah bagian dari investigasi yang sangat penting," paparnya.
Dengan alasan itu pula, Mahfud menegaskan posisinya menolak adanya RUU Penyiaran tersebut dan menyarankan justru aturan yang mengatur soal jurnalistik investigasi itu diperkuat.
"Mumpung sekarang masih baru didaftarkan ke baleg rancangan ini, ya kita tentu harus menolak adanya larangan itu larangan terutama menyiarkan investigasi yang penting benar dan bertanggung jawab," pungkasnya.
Saat ini, Baleg DPR tengah membahas RUU Penyiaran. Namun, draf RUU ini menuai kritik karena dinilai memuat sejumlah pasal kontroversial, terutama yang berkaitan dengan kegiatan jurnalistik.
Dewan Pers menilai RUU Penyiaran akan mengekang kemerdekaan pers dan melahirkan produk jurnalistik yang buruk. Salah satu poin yang mereka tolak adalah adanya larangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi yang termuat dalam Pasal 50 RUU.
(kum/DAL)