Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Karen Agustiawan Tanggapi Tuntutan Jaksa KPK: Ini Anomali



Jakarta - Bekas Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan tak terima atas tuntutan yang diajukan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, hari ini, Kamis, 30 Mei 2024. Jaksa KPK menuntut Karen 11 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan dalam kasus korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair untuk periode 2011-2021. 

“Ini memang anomali yang terjadi di negara kita. Kalau kebijakan seperti ini menjadi tindak pidana korupsi, jangan harapkan Pertamina bisa menyaingi BUMN internasional atau perusahan swasta lain,” kata Karen usai sidang.

Kuasa hukum Karen, Luhut MP Pangaribuan, mengatakan tuntutan jaksa tak berdasar. Sebab menurut dia, SPA (Sales and Purchase Agreement) atau perjanjian jual beli LNG yang ditandatangani kliennya tak menyebabkan kerugian negara. Dia menuturkan, Karena menandatangani SPA pada 2013 dan 2014. SPA itu telah diubah pada 2015.

“Jaksa ngawur karena menyatakan kontrak 2015 adalah gabungan kontrak 2013 dan 2014 padahal jelas kontrak 2015 menyatakan pembatalan kontrak 2013 dan kontrak 2014. Pertamina justru untung saat ini USD 91 juta,” kata Luhut.

Luhut mengatakan Karen menandatangani kontrak SPA 2013 dan 2014, untuk keperluan dalam negeri, yaitu untuk keperluan kilang Pertamina yang rencananya akan diperbesar dan mulai beroperasi 2019. Dalam perkembangannya, kata Luhut, rencana renovasi total dan perluasan kilang Pertamina tertunda. Pertamina bahkan masih menggunakan bahan baku BBM yang lebih mahal dan lebih mencemarkan ketimbang memakai LNG.

Dia pun menyatakan tuntutan jaksa KPK berpotens membuat negara merugi lebih besar. Pasalnya, menurut dia, pihak penjual Corpus Christi bisa membatalkan kontrak itu karena masalah hukum. Padahal, menurut dia, harga LNG yang disepakati dalam kontrak itu, jauh lebih rendah ketimbang harga pasaran saat ini.

"Karena jauh lebih tingginya harga pasar spot LNG saat ini dan diperkirakan untuk seterusnya sampai kontrak CC (Corpus Christi) berakhir, maka tuntutan jaksa (apabila dikabulkan) berpotensi merugikan negara triliunan rupiah,” katanya.

Luhut juga menilai tuduhan jaksa KPK bahwa Karen menerima suap Rp 1 miliar tidak benar. Dia menyatakan uang itu merupakan gaji Karen sebagai Senior Advisor di perusahaan swasta setelah beberapa bulan tak lagi menjabat sebagai Dirut Pertamina.

“Penerimaan gaji ini pun telah dilaporkan dan dibayar pajaknya dan jumlahnya tak seberapa dibandingkan gaji dan tantiem yang diterima KA (Karen Agustiawan) sebagai Dirut Pertamina,” ujarnya.

Tak hanya itu, Luhut juga menyatakan tuduhan Jaksa KPK bahwa Karen menerima suap dari perusahaan asing Blackstone, Inc tak benar. Dia menyatakan uang dari Blackstone itu merupakan bayaran Karen selama menjadi advisor di perusahaan itu setelah dia mundur dari PT Pertamina. 

“Jika KA dinyatakan bersalah, maka semua Dirut Pertamina setelah KA, sampai saat ini, otomatis terjerat pidana korupsi karena mendapatkan keuntungan dari kontrak CC,” katanya.

Dalam sidang hari ini, Jaksa KPK menuntut Karen Agustiawan dengan hukuman 11 tahun penjara plus denda Rp 1 miliar subsider penjara 6 bulan dalam kasus korupsi LNG. Jaksa juga meminta majelis hakim untuk memberikan hukuman pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan USD104,016.65. Jika Karen tak membayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, kata Jaksa, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

“Dalam hal terdakwa tak mempunyai harta benda yang tak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun,” kata Jaksa dalam sidang.

Sumber berita / artikel asli : TEMPO

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Hollywood Movies

Copyright © 2024 - Muslimtrend.com | All Right Reserved