MAKASSAR -- Imbauan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) terkait jam operasional warung Madura untuk tidak lagi buka 24 jam telah memicu polemik di kalangan masyarakat.
Keputusan tersebut mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai bentuk rasisme yang menguntungkan jaringan toko besar.
Menanggapi hal tersebut, pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sutardjo Tui mengaku sangat menyayangkan sikap dari Kementerian.
Terlebih, kata Sutardjo, saat ini Indonesia sudah dalam situasi merdeka. Tidak lagi dalam ruang lingkup penjajahan yang mesti diberi batasan-batasan tertentu.
"Ini sudah jaman merdeka, saya tidak habis pikir jika warung Madura harus dibatasi jam operasionalnya," ujar Soetardjo kepada fajar.co.id, Sabtu (27/4/2024).
Sutardjo bilang, jika melihat dari sisi ekonomi, maka apa dilakukan Kemenkop UKM ini merupakan sesuatu yang bisa memiskinkan rakyat.
Terlebih, tidak sedikit dari pada pengusaha warung atau kios kelontong yang mengandalkan penghasilannya untuk biaya sekolah anak-anak mereka.
"Kalau dilihat dari sisi ekonomi, ini sama dengan memiskinkan rakyat," cetusnya.
Terkait dengan pengusaha minimarket yang mengadukan warung Madura buka 24 jam, Sutardjo memberikan pandangannya.
Menurutnya, pengusaha minimarket harus bijak dalam melihat peta lapangan, sebab itu merupakan bagian dari persaingan usaha.
"Terkait dengan aduan dari pihak minimarket, mestinya mereka menyadari itu bagian dari persaingan usaha," tukasnya.
Menganggap pembatasan terhadap jam operasional kios kelontong merupakan hal yang dapat memiskinkan pengusaha kecil, Sutardjo meminta agar DPR bersuara.
"Karena ini kebijakan dari Kementerian Koperasi dan UKM, di sini DPR harus bersuara," kuncinya.
(Muhsin/fajar)