Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan untuk memanggil empat menteri di kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pilpres 2024) pada Jumat, 5 April 2024 mendatang.
Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, pernah mengingatkan ini kepada MK.
Herdiansyah awalnya mengatakan, Hakim Konstitusi dapat memanggil paksa menteri untuk bersaksi di sidang PHPU Pilpres. Jika menteri Jokowi menolak bersaksi setelah diminta hakim MK, katanya, bisa dikenakan pidana.
Herdiansyah menjelaskan, dalam hukum acara ada prinsip actori in cumbit onus probandi, yakni orang yang mendalilkan yang harus membuktikan.
“Tetapi dalam pembuktian di Mahkamah Konstitusi, majelis hakim bisa bertindak sebagai pihak yang dapat menghadirkan saksi untuk didengar kesaksiannya di hadapan peradilan,” kata Herdiansyah kepada Tempo, Sabtu, 30 Maret 2024.
Sehingga menteri yang menolak hadir saat dipanggil secara patut oleh MK, lanjut Herdiansyah, bisa dikategorikan sebagai bentuk penghinaan terhadap peradilan (contempt of court). Bahkan, kata Herdiansyah, menteri bisa dikenakan pidana.
“Ini juga sekaligus menunjukkan pembangkangan terhadap hukum. Kan lucu kalau seorang menteri justru tidak patuh terhadap hukum,” tutur dia.
Terkait prosedur teknis pemanggilan, Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Charles Simabura mengatakan, pemohon bisa mengajukan surat tertulis untuk meminta majelis hakim menghadirkan menteri.
“Tinggal nanti Mahkamah mengabulkan atau tidak. Biasanya nanti akan dinilai seberapa penting kesaksian itu dan didengarkan di persidangan,” kata Charles.
Charles mengatakan tidak ada pihak manapun yang bisa melarang menteri atau pejabat institusi untuk hadir di persidangan, bahkan presiden sekalipun. Menurut Charles, pihak yang melarang bisa terancam pasal perintangan peradilan atau obstruction of justice.
“Ada hukum pidana kalau orang yg disuruh hadir dilarang jadi saksi. Kalau atasan melarang bawahannya bersaksi itu sama saja mengintimidasi saksi pakai cara-cara formal,” kata Charles.
Sebelumnya Ketua MK Suhartoyo memastikan bahwa Majelis Hakim akan memanggil Sri Mulyani, Risma, Airlangga, dan Muhadjir dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024.
Suhartoyo menyebut MK akan mencadangkan hari Jumat, 5 April 2024 untuk memanggil keempat menteri dalam kabinet Presiden Jokowi itu. Hal tersebut berdasarkan rapat hakim konstitusi pada Senin pagi, 1 April 2024.
"Yang pertama yang perlu didengar oleh MK adalah Muhadjir Effendy Menko PMK, Airlangga Hartarto Menko Perekonomian, Sri Muyani Menkeu, Tri Rismaharini Mensos, dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)," kata Suhartoyo di penghujung sidang.
Jadi, kata dia, lima pihak tersebut dikategorikan penting oleh MK. Tapi, Suhartoyo menegaskan bahwa bukan berarti MK mengakomodir permohonan kubu Anies-Muhaimin dan kubu Ganjar-Mahfud.
"Jadi semata-mata (pemanggilan empat menteri dan DKPP) untuk kepentingan para hakim," ujar Suhartoyo.
Dalam sidang PHPU hari kedua, tim hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md, mengajukan permohonan kepada MK agar menghadirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai saksi terkait dugaan kecurangan pelaksanaan Pilpres 2024.
Kedua kubu tersebut menilai, para menteri Jokowi tersebut bisa memberikan keterangan terkait keterlibatan pejabat hingga kebijakan penyaluran bantuan sosial (bansos) yang diduga dipolitisasi untuk memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Kami banyak sekali mengajukan hal-hal berkaitan dengan bansos, kebijakan fiskal, dan lain-lain, maka maka kami juga ingin mengajukan permohonan yang sama," ucap Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis dalam persidangan.
Hal senada disampaikan Ketua Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin, Ari Amir Yusuf. Dia mengatakan, kesaksian para menteri ini penting untuk memperjelas soal program bansos dan alokasi anggaran. Kesaksian mereka akan menjadikan titik terang dugaan penggunaan APBN untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
“Keterangan mereka akan disandingkan dengan bukti yang ditemukan tim kami,” kata Ari kepada Tempo di Gedung MK, Kamis, 28 Maret 2024.