Jakarta - Pakar hubungan internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Dafri Agussalim, mengingatkan Kementerian Luar Negeri untuk mengantisipasi respons dunia internasional atas perubahan istilah kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dilakukan TNI.
Dengan adanya perubahan istilah itu, Dafri menduga pemerintah akan melakukan tindakan yang lebih keras untuk menangani konflik di Papua. Karena itu, dia mendorong Kemenlu mengantisipasi respons dunia internasional dengan memperkuat diplomasi, khususnya dengan negara-negara yang berpotensi memberikan dukungan pada OPM.
"Pemerintah perlu melakukan diplomasi yang lebih intens dan gigih untuk meyakinkan bahwa kita bermaksud bukan untuk menghilangkan suku tertentu, tapi untuk mempertahankan keutuhan wilayah NKRI," kata Dafri saat dihubungi Tempo pada Senin, 15 April 2024.
Dafri menyebut, Kemenlu perlu mendeteksi negara-negara mana saja yang berpeluang memberikan dukungan pada OPM. Dia menilai, beberapa negara yang cenderung memihak OPM, misalnya negara-negara di Pasifik Selatan atau negara kecil lainnya.
"Di Pasifik Selatan, kuncinya di Australia. Kita bagus hubungannya dengan Australia, dekat. Jadi kita bisa membendung gerakan pendukung separatis," kata dia.
Meski demikian, dia menyebut, reaksi internasional sangat bergantung dari upaya yang dilakukan pemerintah menghadapi OPM. Dia mengingatkan, jika terjadi kontak fisik seperti pembunuhan massal, dunia internasional sudah pasti akan bereaksi. Karena itu, dia meminta pemerintah berhati-hati dalam menangani konflik di Papua.
Menurut dia, sebenarnya dari sisi hukum internasional, Indonesia sebenarnya semakin kuat dengan menyebut OPM adalah kelompok separatis. "Tapi politik itu kan dinamis. Pernyataan dukungan (negara-negara lain) terhadap kelompok seperti itu bisa saja tidak didasarkan pada hukum internasional, tapi lebih kepada komitmen mereka," tutur Dafri.
Anggota Komisi I DPR RI, Mayor Jenderal TNI (purnawirawan) TB Hasanuddin, mengingatkan penyebutan OPM bisa berdampak negatif lantaran kurang menguntungkan bagi Indonesia di luar negeri. Sehingga, kata dia, hal ini memerlukan penanganan lebih serius terutama oleh para diplomat RI.
Perubahan penyebutan istilah KKB menjadi OPM menurut hemat saya memiliki dampak politis. Misalnya istilah OPM di luar negeri itu kurang menguntungkan karena dapat menimbulkan simpatik dari beberapa negara terhadap perjuangan minoritas yang sedang dilakukan oleh oknum bersenjata tersebut," kata Hasanuddin kepada Tempo, Ahad, 14 April 2024.
Berdasarkan surat perintah tertanggal 5 April 2024, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memerintahkan kepada Komando Daerah Militer XVII/Cendrawasih dan Komando Daerah Militer XVIII/Kasuari serta jajaran untuk menggunakan kembali sebutan OPM. Sebelumnya TNI memakai label Kelompok Separatis Teroris (KST) untuk menyebut kelompok ini.
"Jadi dari mereka sendiri menamakan diri TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) bersama dengan OPM," kata Jenderal Agus Subiyanto di Wisma A. Yani, Menteng, Jakarta, Rabu, 10 April 2024.