Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengaku tergelitik atas pemaparan ahli Prabowo-Gibran. Ahli yang dihadirkan saat itu ialah Prof Aminuddin Ilmar yang menyinggung soal wewenang Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang sengketa hasil Pilpres 2024 itu digelar di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.
Dalam paparannya, Prof Aminuddin mengatakan, membatasi kewenangan MK dalam mengadili sengketa Pilpres 2024, hanya pada perselisihan hasil atau perolehan suara. Sementara, katanya, sengketa proses adalah kewenangan Bawaslu.
Bila MK melampaui pada sengketa proses, maka katanya, hal itu adalah tindakan yang melampaui kewenangan hingga penyalahgunaan kewenangan. Kesimpulan Aminuddin itu kemudian yang membuat Arief merasa tergelitik. Bahkan, katanya, dirinya merasa takut.
"Saya tergelitik dengan tulisan Prof Aminuddin yang mengatakan begini, di halaman 2 'Sebab, kalau sampai hal tersebut dilakukan maka tindakan atau perbuatan yang dilakukan Mahkamah tentu saja bisa dikategorikan sebagai sebuah tindakan atau perbuatan yang melampaui kewenangan' dari sisi di sini itu masih halus," kata Arief.
"Tapi kemudian diteruskan 'Sebagaimana dijelaskan dalam konsep hukum administrasi pemerintahan', memang core business-nya Prof Aminuddin di bidang hukum administrasi pemerintahan kalau saya lihat CV, 'bahwa perbuatan atau tindakan di luar apa yang menjadi kewenangan tersebut sebagai tindakan atau perbuatan yang melampaui kewenangan dan merupakan bagian dari penyalahgunaan kewenangan serta tidak tidak sesuai dengan asas kepastian hukum dan asas legalitas sebagai bangunan kokoh sebuah konsepsi negara hukum yang demokratis atau negara demokrasi yang berdasarkan hukum'," sambungnya.
Arief mengatakan pendapat itu membuat dirinya takut. Arief kemudian mempertanyakan hal tersebut ke Aminuddin.
"Jadi, saya tergelitik ini. Yang sebagaimana awal saya sampaikan kemudian ada ini. Lha, saya kemudian menjadi takut, ini saya sebagai hakim konstitusi lho kok saya menyalahgunakan kewenangan kalau saya bergeser dari kutub yang sini ke sini," kata Arief.
Guru besar hukum Universitas Hasanuddin itu lalu menjelaskan bahwa selama MK masih dalam memutus sengketa perolehan hasil maka itu masih dalam koridor. Namun, katanya, ketika MK mengadili sengketa proses, maka itu sudah kewenangan Bawaslu dan KPU.
"Sepanjang yang dikaitkan dengan apa yang menjadi kepentingan perselisihan hasil sebenarnya tidak menjadi masalah, seperti yang saya katakan tadi bahwa manakala misalnya Mahkamah menemukan ada hal dari hasil perolehan suara, ya, tetap kaitannya dengan perselisihan," ujar Aminuddin.
(bel/haf)