Jakarta, Menteri Keuangan Sri Mulyani membawa kabar buruk dari Pertemuan Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FCMBG) negara anggota G20 di Brazil yang baru saja dia hadiri.
Kabar buruk itu adalah mengenai kondisi perekonomian dunia. Kabar kurang baik itu disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2024 yang juga dihadiri Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) beserta jajaran.
"Karena saya baru kembali dari G20, sedikit oleh-oleh untuk Mas AHY," kata Sri Mulyani saat memberikan pemaparan di acara Rakernas ATR/BPN, dikutip Jumat (8/3/2024).
Sri Mulyani mengatakan kondisi perekonomian dunia di 2024 masih diprediksi lemah dan tidak baik-baik saja. Menurut dia, kondisi itu disebabkan oleh efek pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik akibat perang.
Sri Mulyani berkata saat pandemi berlalu, pemulihan ekonomi dunia yang kuat dan berkelanjutan diharapkan terjadi. Namun yang terjadi justru muncul scaring effect yang menyebabkan efek mendalam kepada perekonomian. Akibatnya, pemulihan tidak berjalan secara seimbang.
"Ketika ekonomi dunia mengalami kontraksi diharapkan waktu itu terjadi pemulihan yang kuat dan berkelanjutan, namun karena ada pengaruh scaring effect atau efek mendalam dari ekonomi, pemulihan tidak berjalan secara seimbang," kata dia.
Mantan pejabat Bank Dunia ini menuturkan kondisi perekonomian itu diperparah oleh ketegangan politik akibat perang. Harga pangan dan energi, kata dia, naik secara signifikan. Kenaikan itu kemudian mendorong inflasi yang tinggi di banyak negara maju.
Sri Mulyani mencontohkan inflasi di negara Eropa yang biasanya 0% kini justru naik. Begitupun di Jepang yang biasanya mengalami inflasi rendah bahkan deflasi, kini harus berhadapan dengan inflasi yang tinggi.
"Dengan adanya kombinasi kenaikan harga pangan dan energi dan disrupsi rantai pasaok, inflasi terjadi di berbagai negara maju," kata dia.
Dia mengatakan kenaikan harga-harga itu direspons dengan kenaikan suku bunga oleh bank sentral negara-negara maju. Kenaikannya, kata dia, tidak kecil, tapi hingga 500 basis poin dan dalam periode yang cukup lama. Kondisi yang kerap disebut higher for longer itu berimbas kepada negara berkembang seperti Indonesia.
Menurut dia, suku bunga menjadi seperti vacuum cleaner yang menyedot modal-modal asing keluar dari negara berkembang. "Modal cenderung keluar, karena suku bunga seperti menyedot kapital itu dari negara berkembang dan emerging, ini yang menyebabkan negara berkembang mengalami tekanan mata uang dan banyak yang kondisi fiskalnya tidak sehat," kata dia.
Dia mengatakan dalam kondisi dunia yang tidak baik-baik saja ini dibutuhkan konsolidasi yang kuat antar Kementerian dan lembaga di dalam negeri. Menurut dia, Kementerian ATR/BPN yang dipimpin AHY dapat mengambil peran yang penting karena berkaitan langsung dengan investasi dan perekonomian.
"Saya yakin ini waktu yang penting untuk konsolidasi, saya diminta memaparkan kondisi perekonomian dan bagaimana APBN dapat mendukung berbagai kebijakan di bidang agraria dan tata ruang yang merupakan salah satu kunci dalam investasi, perekonomian dan keadilan masyarakat," kata dia.
(haa/haa)