Sementara itu, Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) hanya merupakan media pembantu. Dalam penghitungan berjenjang ini, rujukan utamanya adalah penghitungan suara di tingkat TPS.
Diketahui, proses penghitungan suara di TPS itu dituangkan dalam formulir C Hasil plano. Formulir C hasil itu adalah yang difoto dan diunggah oleh kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) melalui Sirekap.
"Ini bisa dilihat semua pihak, termasuk peserta pemilu atau saksi, yang dijadikan rujukan adalah foto unggahan. Sehingga kalau ada yang dikoreksi itu katakanlah tanggung jawab KPU untuk mengoreksi itu," kata Hasyim saat hari pertama penghitungan rekapitulasi tingkat nasional, Rabu (28/2) dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat (1/3/2024).
Saat ini Sirekap sedang mendapatkan sorotan publik sejak pertama kali dipublikasikan. Pada awal publikasi misalnya, banyak suara yang dinilai tidak realisitis karena jumlahnya terlalu besar. Kemudian setelah diperbaiki muncul juga banyak masalah lainnya.
Temuan tentang ketidakvalidan Sirekap misalnya disampaikan Aliansi Pemuda Kawal Pemilu dalam konferensi pers pada Selasa (28/2) lalu. Mereka menemukan dalam Sirekap banyak suara partai yang turun, padahal jumlah suara yang masuk ke KPU melalui Sirekap terus bertambam.
"Bahwa dari rekapan hari, per jam pun itu ada yang naik, ada yang turun dalam data tersebut. Maka dari itu kita coba mengkaji ada apa di balik ini. Ternyata Sirekap ini sangat nggak efektif, mungkin KPU bisa mengevaluasi kembali terkait dengan sistem ini," ujar Koordinator Aliansi Pemuda Kawal Pemilu, Ikhlas Ade Putra, dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Rabu (28/2).
(akd/ega)