Jakarta, Ekonom Faisal Basri menyinggung kemunduran demokrasi sejak Joko Widodo (Jokowi) menjabat presiden pada tahun 2014.
Faisal mengutip data indeks demokrasi dari lembaga V-Dem. Demokrasi Indonesia berada di urutan 63 dunia pada 2014. Saat ini, Indonesia ada di urutan ke-87.
"Jokowi jadi presiden, demokrasi sedang marak-maraknya, mencapai level tertinggi, kita menjadi negara demokrasi yang disegani. Sekarang kita mingkem, malu membicarakan demokrasi," kata Faisal dalam acara Universitas Memanggil di Gedung IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Kamis (14/3).
Merujuk V-Dem, Faisal menyebut indeks demokrasi Indonesia terjun bebas dalam setahun terakhir. Skor demokrasi Indonesia turun dari 0,43 menjadi 0,36.
Dengan torehan itu, demokrasi Indonesia lebih buruk dari beberapa negara tetangga. Faisal menyoroti angka demokrasi Indonesia yang semakin mendekati nol.
"Skornya turun dari 0,43 menjadi 0,36 mendekati nol! Lebih rendah dari Papua Nugini dan Timor Leste," ujarnya.
Salah satu yang disoroti Faisal Basri adalah langkah Jokowi melemahkan institusi-institusi demokrasi. Jokowi juga disebut mencampuradukkan pemerintah dengan pelaku bisnis.
"Dia rangkul para konglomerat, dia ajak dalam kekuasaan, penguasa dan pengusaha berada dalam satu badan. Satu badan. Pak Harto enggak," katanya.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengenai tudingan Faisal Basri. Namun, ia belum merespons.
Sebelumnya, kritik terhadap penurunan demokrasi juga disampaikan sejumlah akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM). Mereka menyampaikan hal itu melalui "Petisi Bulaksumur".
Para guru besar menyoroti pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK); keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang bergulir; serta pernyataan kontradiktif Presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan.
"Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada," kata Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Koentjoro membacakan petisi di Balairung UGM, Sleman, DIY, Rabu (31/1).
(dhf/tsa)