Saat melihat foto-foto luar angkasa akan tampak langit yang gelap, tidak berwarna biru seperti yang dilihat dari bumi kala siang hari. Padahal Matahari tetap bersinar sepanjang hari.
Kenapa luar angkasa gelap, padahal ada Matahari? Jika alam semesta diisi Matahari dan miliaran bintang, mengapa langit malam tidak bersinar dengan cahaya bintang?
Ini adalah pertanyaan klasik yang oleh para astronom disebut paradoks Olbers. Sebuah istilah yang diambil dari nama astronom Jerman Heinrich Olbers, yang coba menjawab pertanyaan "mengapa luar angkasa selalu gelap" dengan asumsi bahwa ruang antarbintang sebagian diisi dengan materi yang menyerap cahaya, misalnya awan debu antarbintang.
Tetapi hukum pertama termodinamika meragukan hipotesis ini. Karena materi antarbintang yang menyerap cahaya, pasti akan memanas dan mulai memancarkan cahaya itu sendiri.
Paradoks Olbers akhirnya terpecahkan pada abad ke-20. Ternyata alam semesta terus mengembang dan cahaya yang terlihat dari galaksi, saat menjauh, masuk ke dalam jangkauan inframerah, ultraviolet, dan gelombang radio, yang tidak terlihat oleh mata manusia.
Jika manusia bisa melihat gelombang mikro, maka seluruh ruang angkasa akan bersinar.
Pertanyaan lainnya, jika ruang angkasa gelap, kenapa Bumi bisa terang?
Dikutip dari Orbital Today, Senin (18/3), fenomena ini dapat dijelaskan dengan keberadaan atmosfer. Ruang angkasa hampir seperti ruang hampa, hanya ada sejumlah kecil gas dan debu kosmik dengan volume tertentu, tetapi tidak ada atmosfer. Dan cahaya perlu memantul dari sesuatu.
Cahaya akan bergerak lurus hingga mengenai suatu benda. Begitu cahaya mengenai dan memantulkan suatu objek, atmosfer-lah yang memberikan "hamburan" dalam spektrum yang terlihat oleh mata manusia.
Karena Bumi berputar pada porosnya, kegelapan menguasai sisi di mana cahaya Matahari tidak jatuh dan kita menyebut periode ini sebagai malam. Pada siang hari, atom, molekul, dan debu atmosfer berinteraksi dengan foton, yang menyebabkan cahaya matahari berhamburan.
Sebagian besar atmosfer menyebarkan cahaya biru, sebab cahaya biru memiliki panjang gelombang yang lebih pendek di ujung spektrum tampak dan lebih tersebar di atmosfer dibandingkan cahaya merah. Oleh karena itu, langit siang hari di Bumi tampak berwarna biru.
Di Mars, yang atmosfernya 100 kali lebih tipis dari Bumi, masih cukup untuk membuat langit tampak biru keabu-abuan di siang hari. Saat angin Mars yang sering bertiup menimbulkan awan debu dari permukaan, langit Mars pun menjadi lebih tipis, sehingga terlihat berwarna kemerahan.
Akan tetapi, jika kita berada di planet atau satelit yang tidak memiliki atmosfer atau atmosfer yang sangat tipis (seperti di Bulan atau Merkurius), langit terlihat hitam pada siang dan malam hari.
Itulah yang membuat foto-foto yang diambil oleh pesawat luar angkasa Apollo di Bulan, menampakkan langit di sana berwarna hitam, bahkan dengan sinar matahari yang cerah.