Jakarta, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti gelombang petisi dan pernyataan kritis yang dilayangkan para akademisi kampus ke era pemerintahan Jokowi saat ini yang terjadi pada Pemilu 2024.
SBY mengatakan gerakan yang muncul dari berbagai daerah dan sejumlah rektor, guru besar serta mahasiswa itu sejatinya menyuarakan pentingnya pemilu Indonesia yang damai, jujur, dan adil.
"Secara implisit, mereka khawatir jika pemilu tahun 2024 ini tidak berlangsung secara damai, secara jujur, dan secara adil," kata SBY dalam pidato politik 'Indonesia 5 tahun ke depan' di Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (7/2).
Di sisi lain, SBY juga menyoroti munculnya pernyataan politik yang menurutnya berlebihan. Di antaranya apabila pilpres hanya berlangsung satu putaran berarti curang. Serta apabila gelaran pilpres curang, maka rakyat tidak akan terima dan negara siap-siap mengalami kekacauan.
"Situasi ini tidak terjadi di empat pemilu sebelumnya," imbuh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.
Oleh sebab itu, SBY merasa perlu menyampaikan pandangannya dalam sebuah mimbar. Ia menegaskan menuduh apalagi memastikan bahwa pilpres ini pasti curang merupakan pemikiran yang berlebihan.
Namun, di sisi lain, SBY juga mengingatkan bahwa mengabaikan suara-suara di luar yang khawatir pilpresnya bakal curang bukanlah hal yang bijak.
"Jadi begini jalan pikiran saya. Kita ingin, saya yakin rakyat kita juga ingin, Pilpres 2024 ini hasilnya sah. Sah dan diterima oleh rakyat. Dengan keabsahan ini, pemimpin baru kita akan memiliki legitimasi yang kuat," ujarnya.
Dalam sepekan belakangan, perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta ramai-ramai mengeluarkan pernyataan sikap mengkritik demokrasi era Jokowi yang dianggap mengalami kemunduran serta menuntut Pemilu 2024 yang jujur dan adil.
Berawal dari Petisi Bulaksumur, UGM, Yogyakarta pada 31 Januari lalu, pernyataan sikap tersebut terus merebak di kampus-kampus penjuru Indonesia.
Kampus-kampus pada intinya menyampaikan kritik sekaligus kekhawatiran atas netralitas penyelenggara negara di Pemilu 2024, serta kemunduran demokrasi.
(khr/pua)