Solo, Ratusan mahasiswa berunjuk rasa di depan Balai Kota Solo, Kamis (8/2), untuk menandingi 'Demonstrasi Cium Tangan Gibran' yang dilakukan sekelompok massa, Selasa (6/2).
Aksi tersebut diinisiasi oleh Aliansi Solidaritas Perlawanan Rakyat Soloraya (Sodara) yang beranggotakan organisasi Cipayung Plus dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari sejumlah perguruan tinggi di Solo Raya.
Mereka membentangkan spanduk bertuliskan 'Vox populi vox dei', 'Kembalikan Demokrasi Untuk Rakyat', 'Reformasi Dikebiri', serta kata-kata lain bernada protes.
"Di mana Samsul sekarang? Kemarin yang demo di sini ditemui, kenapa kita tidak?" cetus salah satu orator demo, merujuk pada panggilan populer buat Wali Kota Solo sekaligus cawapres nomor urut 2.
"Kami mohon dengan sangat kepada Kanjeng Gusti Pangeran Samsul untuk keluar menemui kita-kita di sini," lanjutnya.
Koordinator Aksi, Fierdha Abdullah Ali, mengatakan unjuk rasa kali ini digelar sebagai bantahan atas aksi Aliansi Mahasiswa Solo Raya Untuk Kepemimpinan Bermartabat (AMSR-UKB) di depan Balai Kota Solo yang digelar di depan Kantor Gibran Selasa (6/2).
Sebelumnya, AMSR-UKB menggelar aksi demonstrasi di Plaza Balai Kota Solo menuntut Gibran menandatangani pakta integritas.
Aksi tersebut berlangsung sangat singkat. Orasi yang tengah berlangsung terhenti karena Gibran keluar dari kantornya untuk menemui mereka. Kedatangan putra Presiden Joko Widodo itu disambut tepuk tangan dan sorak sorai dari para demonstran.
"Selamat datang cawapres kita," kata para demonstran kompak.
Gibran pun menyalami mereka yang berada di barisan terdepan. Beberapa bahkan mencium tangan hingga meminta swafoto sambil mengisyaraktan salam dua jari bersama Wali Kota Solo itu.
"Kami komitmen saja dengan apa yang diserukan. Sesuai dengan visi misi kami juga," ujar putra sulung Presiden Jokowi itu.
Fierdha menilai demo tersebut "kami anggap itu gimmick belaka."
Ketua Umum HMI Cabang Sukoharjo itu menengarai AMSR-UKB adalah kelompok partisan. Tuntutan mereka sejalan dengan visi misi salah satu paslon yang tengah bertarung di Pemilu 2024.
"Tidak masuk di akal ketika ada yang demonstrasi, ada yang melakukan protes, lalu mengajukan pakta integritas yang sejatinya adalah visi misi yang diusung salah satu paslon," katanya.
Fierdha menegaskan mahasiswa akan selalu netral dalam setiap pemilu dan tidak akan mendukung salah satu paslon.
"Kami turun ke jalan hari ini untuk menjawab bahwasanya mahasiswa di soloraya tidak terkotakkan di salah satu paslon. Mahasiswa di Solo Raya tetap independen," katanya.
Ia menilai aksi AMSR-UKB kemarin dapat membahayakan citra gerakan mahasiswa yang independen. Aksi-aksi serupa dikhawatirkan dapat membahayakan moral generasi muda.
"Generasi muda adalah orang yang cenderung bisa obyektif. Kami tidak memandang orang berdasarkan gimmick-nya. Berdasarkan apa yang dia framingkan di media," katanya.
Selain membantah aksi AMSR-UKB, demonstrasi yang digelar Aliansi Sodara tersebut juga menyoroti proses demokrasi yang dianggap kian memprihatinkan yang ditandai terutama dengan pelanggaran etik berat buat mantan Ketua MK Anwar Usman.
Disusul dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menghukum Ketua KPU dan semua anggotanya karena pelanggaran etik lantaran meloloskan Gibran sebagai cawapres di Pemilu 2024.
Dalam aksi itu, para demonstran juga menggelar aksi bakar ban sekitar satu jam setelah demonstrasi berjalan.
Salah satu peserta aksi yang berada di tengah lingkaran berteriak "Bakar!" saat pergantian orator. Ia kemudian membakar satu ban bekas di tengah lingkaran peserta aksi.
Api sempat menyala selama lima menit sebelum akhirnya Kapolresta Surakarta Kombes Pol. Iwan Saktiadi menembus barisan massa.
"Berbahaya! Berbahaya!," kata Iwan kepada peserta aksi. Ia kemudian menggiring ban bekas itu ke luar lingkaran.
(syd/arh)