AHY dilantik oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara pada Rabu, 21 Febuari 2024. Setelah melantik AHY, Jokowi mengatakan dia tidak ragu memberikan jabatan Menteri ATR merangkap Badan Pertanahan Nasional kepada anak sulung Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. "Saya kira saya tidak ragu memberikan tempat untuk Kementerian ATR/BPN. Karena ini urusan manajemen saya kira beliau akan sangat siap," kata Jokowi.
Setelah AHY mendapat jabatan sebagai pemimpin Kementerian ATR/BPN, deretan kritik bermunculan.
1. Rekam Jejak AHY Dipertanyakan
Pelantikan AHY dianggap makin menunjukkan mekanisme pengangkatan menteri di Indonesia masih jauh dari harapan. Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Nasional, Uli Arta Siagian mengatakan, pemerintah tidak menjadikan kemampuan dan rekam jejak calon menteri sebagai dasar paling kuat menentukan kepemimpinan.
Rekam jejak AHY tidak ada yang berkaitan dengan persoalan agraria. “Kenapa begitu? Karena kami sampai hari ini tidak mendapatkan informasi dan tidak pernah membaca rekam jejak AHY terkait dengan persoalan persoalan agraria,” kata Uli, Kamis, 22 Februari 2024.
2. Tanpa Jejak Pengetahuan AHY dalam Masalah Agraria
Konsorsium Pembaruan Agraria atau KPA belum pernah mendengar AHY paham isu-isu agraria. "Secara singkat, sosok AHY belum pernah kita mendengar, mengetahui, paham masalah-masalah agraria," kata Ketua Majelis Pakar KPA Iwan Nurdin melalui pesan singkat pada Rabu, 21 Februari 2024.
Menurut Iwan, hal yang sama juga terjadi dengan penunjukkan menteri-menteri ATR/BPN sebelumnya. Kata dia, Jokowi kerap menempatkan orang yang tak cocok latar belakangnya sebagai menteri ATR/BPN.
3. Dianggap seperti Membagi Jatah Kue
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian juga berpandangan sama. Menurut dia, memimpin kementerian dibutuhkan pengetahuan pemahaman mendalam. Tidak hanya soal data sekunder dan kebijakan-kebijakan yang akan dijalankan ke depan, tapi juga memahami situasi.
“Bagaimana kondisi masyarakatnya, bagaimana kondisi agrarianya, apa saja ancaman yang paling besar,” katanya.
Uli menyoroti penyelesaian konflik atau redistribusi tanah dari kawasan hutan yang masih mandek, pencapaiannya baru sekitar 9 persen. Ia juga mengandaikan penunjukkan tokoh yang menjadi menteri seperti membagi jatah kue. “Jatah kue apa? Jatah kue politik pragmatis,” katanya.
4. Rentan Minim Prestasi
Ketua Majelis Pakar KPA Iwan Nurdin memandang jika tanpa pengetahuan memimpin kementerian, akibat dan hasil kerjanya akan minim prestasi. "Bahkan kalau menggunakan alat ukur capaian reforma agraria menurut Nawacita Jokowi, prestasi kementerian ini di bawah target," katanya.
Dia menyayangkan penunjukan yang tidak sesuai dengan latar belakang tersebut. Padahal, menurut dia, persoalan agraria di Tanah Air sangat serius dari sisi masalah dan bernilai strategis, karena memiliki dimensi ekonomi, politik, dan hukum yang luas.
5. Pertimbangan Politik
Iwan juga menganggap penunjukan AHY sebagai Menteri ATR/BPN pada akhir masa pemerintahan Jokowi cenderung mengutamakan pertimbangan politik. "Sebab jika bersandarkan efektifitas pemerintahan dalam mencapai target reforma agraria, lebih tepat mengangkat wakil menteri saja yang setidaknya sudah lebih paham," kata Iwan.