Jakarta - Isu soal ide pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) oleh Petisi 100 muncul. Beragam tokoh seperti Jimly Asshiddiqie hingga Yusril Ihza Mahendra pun menyampaikan komentar.
Awalnya, Menko Polhukam Mahfud Md menerima kedatangan 22 tokoh dari Petisi 100 di kantornya. Mereka datang untuk mengusulkan pemakzulan Presiden Jokowi dari pemilu.
"Mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta pemilu tanpa Pak Jokowi," kata Mahfud Md saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (9/1).
Mahfud mengatakan ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan hal tersebut.
"Itu silakan saja kalau ada yang melakukan itu. Tetapi berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) untuk memakzulkan presiden itu ya syaratnya lima. Satu, presiden terlibat korupsi, terlibat penyuapan, melakukan penganiayaan berat, atau kejahatan berat, misalnya membunuh atau apa dan sebagainya," kata Mahfud di Surabaya, Rabu (10/1).
"Lalu yang keempat melanggar ideologi negara. Nah yang kelima, melanggar kepantasan, melanggar etika gitu," lanjutnya.
Mahfud mengatakan tidak mudah untuk melakukan pemakzulan terhadap presiden. Sebab, kata dia, harus melalui proses yang panjang.
"Nah ini semua tidak mudah, karena dia harus disampaikan ke DPR. DPR yang menuduh itu, mendakwa, melakukan impeach, impeach itu namanya pendakwaan, itu harus dilakukan minimal sepertiga anggota DPR dari 575, sepertiga berapa. Dari sepertiga ini harus dua pertiga hadir dalam sidang. Dari dua pertiga yang hadir harus dua pertiga setuju untuk pemakzulan," ucap Mahfud.
Mahfud menyampaikan apabila proses di DPR itu telah selesai barulah putusannya dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk disidangkan. Menurut Mahfud, prosesnya akan memakan waktu yang lama.
"Kalau DPR setuju nanti dikirim ke MK. Apakah putusan DPR ini benar bahwa presiden sudah melanggar, nanti di MK sidang lagi, lama," ujarnya.
Jimly Asshiddiqie
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyoroti gerakan pemakzulan yang akhir-akhir ini muncul. Jimly menilai hal ini sebagai pengalihan perhatian karena ada yang takut kalah.
Hal ini disampaikan Jimly dalam akun X resminya, @JimlyAs, seperti dikutip Minggu (14/1/2024). Jimly mengaku bingung dengan ide pemakzulan Jokowi yang muncul jelang Pemilu.
"Aneh, 1 bulan ke pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah," tulis Jimly. Jimly telah mengizinkan cuitannya dikutip.
Menurutnya, waktu satu bulan tidak cukup untuk mengumpulkan sikap resmi DPR dan MPR. Oleh sebab itu, Jimly meminta agar seluruh pihak fokus saja dalam mensukseskan Pemilu 2024.
"1 bulan ini, mana mungkin dicapai sikap resmi 2/3 anggota DPR dan dapat dukungan 2/3 anggota MPR setelah dari MK. Mari fokus saja sukseskan pemilu," kata Jimly.
TPN Tanggapi Jimly
Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md mengomentari Jimly Asshiddiqie yang menyebut gerakan pemakzulan belakangan ini karena ada yang takut kalah. TPN Ganjar-Mahfud mempertanyakan hubungan pemakzulan dengan kontestasi pilpres.
"Urusannya apa hubungannya dengan takut kalah? Orang menyampaikan pendapat kan biasa, terus ditanggapi oleh Pak Mahfud, terus diberikan pemahaman bahwa urusan pemakzulan itu urusan parlemen, bukan urusan Menko Polhukam," kata Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Achmad Baidowi atau Awiek, saat dihubungi, Minggu (14/1/2024).
Awiek menyayangkan pernyataan Jimly. Dia menilai Jimly sepert tidak tahu kedudukan dan posisi terkait pemakzulan tersebut.
"Sebagai seorang negarawan harusnya juga Pak Jimly tahu memahami kedudukan dan posisinya. tidak lantas dikaitkan dengan kontestasi pemilu," ucapnya.
Awiek pun menegaskan ide pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu merupakan ranah yang berbeda dengan kontestasi pemilu. Dia pun mempertanyakan kenegarawanan Jimly.
"Itu ranah yang berbeda, kalau takut kalah itu kan kontestasi pemilu, tapi kalau soal ada usulan, ada wacana pemakzulan itu kan pendapat, tapi kan harus melalui prosedur yang panjang dan tidak serta merta pemakzulan itu selesai dengan pendapat," ujar dia.
"Ada prosedurnya, jadi sebaiknya kenegarawanan Pak Jimly tidak dipertaruhkan, jadi kenegarawanan Pak Jimly itu sangat disayangkan kalau dangkal begitu pola pemahamannya," imbuhnya.
Yusril Ihza Mahendra
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai gerakan tersebut inkonstitusional karena tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 7B UUD 1945.
Yusril mengatakan mustahil proses pemakzulan dapat dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Sebab proses pemakzulan itu panjang dan memakan waktu.
"Prosesnya harus dimulai dari DPR yang mengeluarkan pernyataan pendapat bahwa Presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 45, yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai Presiden. Tanpa uraian yang jelas aspek mana dari Pasal 7B UUD 45 yang dilanggar presiden, maka langkah pemakzulan adalah langkah," katanya.
Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran ini memperkirakan proses pemakzulan presiden paling singkat memakan waktu enam bulan. Artinya, setelah Pemilu 2024 digelar. Dia mewanti-wanti pemakzulan itu membawa kondisi pemerintahan menjadi chaos karena kekosongan kekuasaan.
"Sementara kegaduhan politik akibat rencana pemakzulan itu tidak tertahankan lagi. Bisa-bisa pemilu pun gagal dilaksanakan jika proses pemakzulan dimulai dari sekarang. Akibatnya, 20 Oktober 2024 ketika jabatan Presiden Jokowi habis, belum ada presiden terpilih yang baru. Negara ini akan tergiring ke keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan," ujarnya.
Yusril pun mengaku heran aspirasi soal pemakzulan itu justru disampaikan kepada Mahfud yang merupakan Menko Polhukam sekaligus kandidat pilpres, alih-alih kepada DPR.
"Saya heran mengapa tokoh-tokoh yang ingin memakzulkan Presiden itu menyambangi Menko Polhukam, yang juga calon Wapres dalam Pilpres 2024. Seharusnya mereka menyambangi fraksi-fraksi DPR kalau-kalau ada yang berminat menindaklanjuti keinginan mereka agar segera dilakukan langkah-langkah pemakzulan. Mahfud sendiri menegaskan bahwa pemakzulan bukanlah urusan Menko Polhukam," katanya.
Ahmad Sahroni
Bendum DPP Partai NasDem Ahmad Sahroni sependapat dengan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie yang menyebut gerakan pemakzulan belakangan ini karena ada yang takut kalah. Sahroni menyebut isu pemakzulan itu memang sengaja digiring untuk untungkan salah satu paslon.
"Saya cukup sepakat dengan Prof Jimly, jangan-jangan isu pemakzulan ini dihembuskan untuk pengalihan isu atau menggiring persepsi ke arah tertentu demi keuntungan salah satu paslon," kata Sahroni saat dihubungi, Minggu (14/1/2024).
Caleg DPR dari dapil 3 DKI Jakarta ini beralasan isu pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sulit, bahkan mustahil untuk dilakukan. Menurutnya, pemerintahan Jokowi juga hanya tersisa 1 tahun.
"Karena pada praktiknya pemakzulan ini sangat sulit dan panjang prosesnya, yang saya bilang sih hampir mustahil dilakukan, apalagi pemerintahan hanya tersisa kurang dari setahun," ucapnya.
Atas dasar itulah, Wakil Ketua Komisi III DPR ini menilai Pilpres 2024 jadi terkesan lebih kompetitif. Dia menyinggung isu setinggi pemakzulan pun bisa muncul ke publik.
"Saya melihat, persaingan di pilpres ini ternyata lebih kompetitif dibanding yang saya bayangkan sebelumnya, sampai isu-isu setinggi ini bisa dihembuskan," imbuhnya.
(aik/aik)