Usul pemakzulan Jokowi bermula dari pertemuan tokoh-tokoh yang tergabung di Petisi 100 dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Selasa (9/1).
Beberapa tokoh yang ikut dalam kelompok itu adalah Faizal Assegaf, Marwan Batubara, hingga Letjen Purn Suharto. Mahfud mengungkap isi pembicaraan itu ke publik. Dia menyebut para tokoh ingin Pemilu 2024 berjalan tanpa presiden.
"Jadi saya bilang, apakah Pak Mahfud setuju, saya tidak bilang setuju atau tidak setuju, silakan saja, tapi bawa ke DPR, jangan minta pemakzulan ke Menko. Kok minta pemakzulan ke Menko Polhukam? Enggak bisa," kata Mahfud usai pertemuan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta.
Wacana itu pun berkembang di ruang publik. Ketua DPR Puan Maharani tak masalah dengan usulan itu, tetapi ia memilih menjalankan pemerintahan sesuai konstitusi.
Usul pemakzulan Jokowi juga ditanggapi putra sulung Jokowi yang berstatus calon wakil presiden, Gibran Rakabuming Raka. Dia mengembalikan wacana itu ke masyarakat.
"Ya, monggo. Kalau ada masukan dari warga, evaluasi ya kami tampung. Terima kasih," ucap Gibran di Balai Kota Solo, Kamis (11/1).
Koalisi-koalisi pendukung Jokowi pasang badan. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan tidak ada rencana pemakzulan Jokowi di DPR.
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan juga siap membela Jokowi bila ada rencana pemakzulan Jokowi. Menurutnya, Jokowi sudah bekerja secara baik dan benar.
Kemudian, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra menilai pemakzulan Jokowi justru inkonstitusional karena tidak sesuai pasal 7B UUD 1945.
Pasal itu mengatur pemakzulan presiden dilakukan bila terjadi pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, hingga melakukan perbuatan tercela atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden.
"Tanpa uraian yang jelas aspek mana dari pasal 7B UUD 1945 yang dilanggar Presiden, maka langkah pemakzulan adalah langkah inkonstitusional," ujar Yusril melalui keterangan tertulis, Senin (15/1).
Melalui akun X (Twitter) pribadinya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie pun menyoroti gerakan pemakzulan Jokowi.
Jimly menilai hal ini sebagai pengalihan perhatian karena ada yang takut kalah. Ia mengaku heran dengan ide pemakzulan Jokowi yang muncul jelang pemilu.
"Aneh, 1 bulan ke pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah," kata Jimly.
Menurut dia, waktu satu bulan tidak cukup untuk mengumpulkan sikap resmi DPR dan MPR. Karena itu, Jimly meminta agar seluruh pihak fokus saja dalam menyukseskan Pemilu 2024.
(dhf/tsa)
Sumber berita / artikel asli : CNN Indonesia